KATAGORI RENUNGAN
- Buku (11)
- Jurnal Pribadi (6)
- Kontak (1)
- Musik (9)
- My Personal Gospel Study (3)
- Renungan (19)
- Store (1)
- Video Khotbah (16)
Rabu, 11 Desember 2013
Apartheid Masa Kini
Rata-rata kita yang hidup di era modern kini tidak menyukai kata ini, 'apartheid'. Kita semua sangat menentang bahkan menyebut diri kita sebagai orang-orang yang anti-apartheid. Kita terkagum akan perjuangan dari Martin Luther King Jr. dan Nelson Mandela yang memperjuangkan bangsa mereka (ras kulit hitam) dari penjajahan dan diskriminasi ras kulit putih. Mungkin untuk sementara, kita adalah bagian dari para pembela korban apartheid, kita menentang setiap bentuk diskriminasi terhadap kejahatan apartheid. Tapi saya bertanya-tanya, 'apakah kita benar-benar memperjuangkan kebebasan apartheid di masa kini?'.
WAJAH APARTHEID
Mungkin mengejutkan, tetapi saya ingin menyatakan bahwa era kita (Abad ke-21 ini) sama sekali belum sepenuhnya terbebas dari diskriminasi apartheid. Kita mungkin tidak lagi mempermasalahkan tentang masalah warna kulit atau ras orang-orang yang ada di sekitar kita, tetapi apartheid kita di masa sekarang jauh lebih buruk dari apartheid yang memisahkan antara orang-orang berkulit putih dengan orang-orang berkulit hitam. Banyak dari antara kita mengaitkan apartheid dengan isu seputar masalah ras antara kulit putih dengan kulit hitam, tetapi kita melewatkan wajah lain yang bahkan lebih mematikan daripada tindakan apartheid sekarang.
Apartheid berarti penggolongan, pengelompokkan atau pemisahan. Apartheid bukan hanya sekadar masalah warna kulit. Saya bertemu dengan banyak orang yang dengan gagahnya menyerukan 'semua manusia sama di hadapan Tuhan', dan orang-orang yang sama ini justru adalah para pelaku rasis yang tidak benar-benar menganggap setiap orang sama di hadapan Tuhan. Apartheid di era sekarang telah menyamar lebih dari sekadar masalah warna kulit, tapi juga mencakup masalah ekonomi, kelompok sosial, suku dan budaya, hingga kepada keyakinan pribadi.
Saya ingat bagaimana setiap kali saya berkenalan dengan orang baru, mereka tidak akan menghindari pertanyaan identitas seperti, 'Anda orang apa? (suku)'. Saya akan selalu menghindari jawaban yang memunculkan suatu pembedaan seperti menjawab 'saya orang chinese' dan menggantikannya dengan jawaban yang lebih baik, 'saya orang Indonesia'. Tentu saja, jawaban saya akan membingungkan orang-orang yang bertanya tersebut. Mereka tidak mengharapkan jawaban seperti itu, mereka setidaknya ingin memunculkan sedikit rasa pembedaan (apartheid) tanpa menampakkannya secara terang-terangan. Setidaknya, jawaban saya sedikit memberikan satu pelajaran bagi mereka yang baru berkenalan dengan saya akan pentingnya menghindari pertanyaan-pertanyaan yang seringkali memunculkan konflik sukuisme, salah satu wajah lain dari apartheid.
APARTHEID DALAM KEKRISTENAN
Hal yang mungkin paling tidak saya sukai, hal yang paling mengganggu pikiran saya dan saya yakin bahwa dengan dasar kebenaran Firman Tuhan, hal tersebut juga tidak berkenan bagi Allah. Kita telah menciptakan suatu siklus apartheid di dalam tubuh Kristus itu sendiri.
Saya mungkin tidak akan menyangkal hal ini, tapi benih apartheid telah ditanam melalui peristiwa dimana Martin Luther menentang kebijakan para pemimpin Katolik yang memperjual-belikan surat penghapusan dosa bagi masyarakat luas. Tentu saja itu bertolakbelakang dengan kebenaran yang sejati, pemberlakuan surat penghapusan dosa itu telah menciptakan sisi lain dari apartheid dimana keselamatan diperuntukkan bagi orang-orang kaya yang mampu membeli surat penghapusan dosa tersebut dan orang-orang miskin hanya diam menggigit kuku dihardik oleh ketakutan akan kebinasaan. Namun perhatikan bagaimana benih apartheid itu mulai berkembang, pemisahan mulai terjadi di antara golongan Katolik dan golongan baru yang menamakan diri mereka sebagai Protestan. Jangan salahpaham, tentu saja tindakan para pemimpin yang memberlakukan surat penghapusan dosa tersebut bertentangan dengan kebenaran Allah, tapi tidak terhindarkan bahwa melalui peristiwa itu sendiri, apartheid tercipta di antara kekristenan, membentuk dua kelompok yang pada awalnya adalah satu. Namun kini memisahkan diri sebagai tubuh Kristus. Lebih buruknya, apabila tindakan Martin Luther yang memisahkan diri dari golongan Katolik disebabkan oleh kenyataan yang jelas dari masalah pemberlakuan surat penghapusan dosa, maka selanjutnya apartheid berkembang jauh lebih buruk dengan berbagai masalah teologi yang pada dasarnya merupakan pemikiran golongan pribadi itu sendiri dan mulai melahirkan golongan-golongan baru seperti Calvinis, Pentakosta (yang kemudian juga melahirkan sebutan Karismatik), Ortodoks, Advent dan sebagainya.
Apartheid menjelma dalam suatu wujud yang tampak mulia, tetapi mematikan tubuh Kristus. Saya tidak bermaksud menyalahkan atau membela suatu golongan tertentu, tapi justru saya rindu untuk melihat kesatuan kembali di dalam tubuh Kristus tanpa melihat golongan ataupun aliran di dalam kekristenan tersebut. Seperti Paulus yang menasihatkan, "Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir." (I Korintus 1: 10). Kita lupa bagaimana Firman Allah mengamanatkan agar kita saling seia sekata, dalam membawa kembali setiap pandangan kepada kebenaran Firman Allah dan memikirkan pemecahan yang tepat, bukannya mempertahankan pemikiran kita yang egois, dengan keyakinan tanpa dasar teguh yang mengklaim sebagai ilham dari Roh Kudus, namun pada akhirnya menghancurkan keutuhan tubuh Kristus itu sendiri. Tidak ada yang salah dengan menyanggah ataupun memperbaiki suatu pandangan yang keliru dan kemudian mendiskusikannya, namun adalah salah jika hal tersebut pada akhirnya membuat suatu pembedaan atau penggelompokkan (pemisahan) antar kelompok tertentu.
KRISTUS ATAU ALIRAN?
Buruknya, orang-orang kerap kali bertanya, 'Anda penganut Kristen apa?'. Pertanyaan ini mungkin tampak normal untuk mengundang rasa ingin tahu, tapi sekali lagi, ini hanyalah sebuah bentuk wajah lain dari apartheid. Jawaban seperti apakah yang orang-orang harapkan dari pertanyaan tersebut? Katolik? Protestan? Karismatik? Ortodoks? Advent? Atau golongan lainnya?
Kita melihat bagaimana Paulus menentang pertanyaan tersebut dalam suatu bentuk lain sebelumnya, "Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu? Atau adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus?" (I Korintus 1: 12-13). Paulus menentang penggolongan atau aliran dalam kekristenan itu sendiri, entah itu adalah golongan Apolos, golongan Kefas atau bahkan golongan Paulus itu sendiri. Dengan kata lain, tidak ada dasar Firman yang membenarkan kita untuk menggolongkan kekristenan itu, baik Katolik, Protestan, Advent dan sebagainya. Allah menentang setiap penggolongan tersebut yang tanpa disadari, menciptakan bentuk apartheid yang memecah-mecahkan tubuh Kristus.
Saya percaya, tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap orang-orang Katolik, Protestan, Karismatik, Ortodoks, Advent dan semua golongan lain yang mengklaim sebagai Kristen, kiranya kita kembali kepada suatu persatuan yang sejati sebagai tubuh Kristus yang sejati.
"Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya." (Roma 10: 12)
Saya percaya, baik Katolik, Protestan, Karismatik, Ortodoks, Advent dan setiap golongan lainnya bertemu di titik ini, yaitu sebagai para pengikut Kristus. Tuhan mengasihi kita semua–dengan setiap aliran maupun golongan kita masing-masing, terlepas dari berbagai pengetahuan dan opini yang kita yakini tentang-Nya. Mungkin terlalu berlebihan untuk mencoba memperbaiki segala kerusakan yang telah terjadi di tengah-tengah dunia yang tak berpengharapan ini, tapi biarlah kita dapat dengan teguh tidak lagi tunduk ataupun dikelabui oleh penyamaran apartheid di dalam tubuh Kristus. Kiranya kita bisa saling bergandengan tangan bersama bukan sebagai orang Katolik, bukan sebagai orang Protestan, bukan sebagai orang Karismatik, bukan sebagai orang Ortodoks, bukan juga sebagai orang Advent dan sebagainya, tetapi sebagai satu yaitu para pengikut Kristus.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar