KATAGORI RENUNGAN

Translate this blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Kamis, 20 Agustus 2015

Berhadapan Dengan Kegagalan Sebagai Manusia

Injil membebaskan saya untuk menghadapi kegagalan saya sebagai 'manusia celaka yang menginginkan kelepasan dari tubuh maut ini' (Roma 7: 24). Saya bebas untuk terbuka dengan cela-cela rasa malu dan rasa bersalah saya, untuk menemukan penerimaan Allah yang tanpa syarat terhadap saya. Dia mengasihi saya, Ia mati untuk saya bahkan ketika saya masih berdosa (Roma 5: 8). Sisi kerapuhan saya sebagai seorang manusia, yang jatuh bangun ke dalam godaan, menunjukkan bahwa setelah saya diselamatkan, saya tidak menjadi kurang membutuhkan Yesus lebih daripada sebelumnya. Justru setiap hari, kabar baik itu memberitahukan saya akan adanya 'Tangan yang selalu terbuka', Pribadi yang selalu menyediakan kesempatan-kesempatan bagi saya untuk mempercayai kasih-Nya di dalam setiap keadaan.
"Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu."
(Mazmur 103: 13-14)

Ya, saya harap, pernah berharap bahwa saya dapat melakukan yang terbaik bagi Tuhan. Kadang berpikir naif seperti lainnya, 'yang penting kan usaha' akan tampak melegakan, namun kesadaran bahwa alasan tersebut hanyalah suatu upaya mengalihkan diri untuk mencari rasa aman di dalam diri sendiri. Tuhan tidak ingin saya bergantung pada usaha dan pencapaian pribadi, Dia ingin saya hanya bergantung kepada-Nya, membiarkan Diri-Nya mendefinisikan jati diri saya dan bukan yang lainnya—bahkan bukan diri saya sendiri. Jadi karena saya memahami hal tersebut, maka saya tidak akan menutupi kegagalan saya sebagai manusia di hadapan siapapun. Injil membuat saya bebas untuk menjadi bukan siapa-siapa.

Beberapa orang menjaga performanya, berusaha tampil kudus dan tampak dikenan oleh Allah, mengusahakan dirinya menjaga perkenanan Tuhan baginya. Tapi ketika ia gagal, apakah perkenanan Tuhan akan pergi meninggalkannya?
Tidak, meskipun ia merasa kehilangan perkenanan-Nya, tapi kebenaran-Nya, Tuhan tidak pernah meninggalkannya. Dan karena ia tidak mengetahui realitas tersebut, ia merasa malu bila orang-orang melihatnya gagal, karena seolah-olah kejatuhannya memberitahukan khayalak umum bahwa Tuhan berpaling dan tidak berkenan terhadapnya. Hasilnya, ia menjadi seorang 'hipokrit' (berpura-pura), ia menjadi seorang pemain sandiwara. Ia mencoba memanipulasi perkenanan Tuhan terhadapnya di hadapan orang-orang, sebab ia malu bila orang-orang mengetahui kegagalan dan kejatuhannya.

Pandangan Allah terhadap saya ialah berdasarkan Pribadi-Nya, bukan diri saya. Ia berkenan kepada saya karena apa yang Yesus lakukan; Ia setia bahkan ketika saya tidak. Karena itu, saya mengakui bahwa saya masih manusia yang rapuh, bisa jatuh dan gagal. Dan saya tidak akan menyembunyikannya, saya tidak akan kehilangan apapun dengan mengungkapkan sisi kerapuhan saya. Karena Yesus sudah menjadi SEGALANYA bagi saya.



"TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya."
(Mazmur 37: 23-24)



Tuhan tidak berubah, bahkan di dalam kegagalan saya. Perkenanan-Nya tidak pernah meninggalkan saya. Kejatuhan saya tidak dibiarkan sampai tergeletak. Ia menopang kegagalan saya. Ia menopang saya sebagai 'manusia celaka'. Ia ingat bahwa saya ini debu. Namun meskipun demikian, Ia menjadi Bapa bagi saya dan saya tetap menjadi anak bagi-Nya. Ia tidak membiarkan saya dalam lubang gelap, berjuang untuk bangkit sendirian. Ia mengenal saya, Ia mengetahui usaha yang sia-sia dalam diri saya. Yang Ia lakukan hanyalah menopang saya agar tidak tergeletak dan mengangkat kehidupan saya kembali. Ia mengeluarkan saya dari rasa bersalah dan penghukuman, mengingatkan saya akan identitas sebagai orang benar, menyadarkan saya akan kasih-Nya. Saya membutuhkan kasih karunia 'sama cukup melimpahnya' di dalam kegagalan saya sebagai manusia SEPERTI saat saya membutuhkannya di dalam keberhasilan saya yang ditopang oleh-Nya. Tuhan mengingatkan bahwa identitas sejati saya tidak bergantung pada keberhasilan maupun kegagalan saya, namun hanya kepada-Nya; HANYA DIA SAJA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar