KATAGORI RENUNGAN

Translate this blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 12 November 2013

Reaching For The Invisible God (Mencari Tuhan Yang Tidak Terlihat)


"Mengetahui apa yang bisa Anda harapkan dari hubungan dengan Tuhan"



Kehidupan bersama Allah tidak selalu seperti yang kita perkirakan. Harapan besar bertubrukan dengan kelemahan pribadi dan kejutan-kejutan yang tidak diperkirakan. Dan Allah yang - begitulah orang beri tahu kita - merindukan kehadiran kita mungkin terasa jauh sekali dan secara emosional tidak bisa dijangkau. Hubungan dengan Allah yang tidak bisa dilihat, didengar ataupun disentuh, bagaimana semuanya berjalan? Apakah Allah sedang bermain-main dengan kita? Bagaimana kita bisa mengenal Allah semacam ini dan apa yang dapat kita harapkan dariNya?

Daftar Isi

Bab 1 : Lahir Kembali Sungsang
Bab 2 : Kehausan Di Tepi Mata Air
Bab 3 : Tempat Untuk Keraguan
Bab 4 : Iman Di Bawah Serangan
Bab 5 : Iman Dua Tangan
Bab 6 : Hidup Dalam Iman
Bab 7 : Menguasai Yang Biasa
Bab 8 : Belajar Mengenal Tuhan Atau Orang Lain
Bab 9 : Profil Kepribadian
Bab 10 : Dalam Nama Bapa
Bab 11 : Batu Rosetta
Bab 12 : Sang Perantara
Bab 13 : Reformasi
Bab 14 : Lepas Kendali
Bab 15 : Gelora Dan Kekeringan
Bab 16 : Amnesia Rohani
Bab 17 : Kanak-kanak
Bab 18 : Orang Dewasa
Bab 19 : Orang Tua
Bab 20 : Firdaus Yang Hilang
Bab 21 : Ironi Tuhan
Bab 22 : Perjodohan Yang Diatur
Bab 23 : Buah Kesengsaraan Jumat


Komentar


Orang-orang Kristen menjunjung janji cerah 'hubungan pribadi dengan Tuhan' seolah untuk menyiratkan bahwa berusaha mengenal Allah caranya sama saja seperti hubungan dengan manusia lain. Namun suatu hari tirai turun, tirai yang memisahkan dunia yang kasat mata dan yang tidak. Bagaimana kita bisa memiliki hubungan pribadi dengan Allah apabila kita tidak yakin Dia benar-benar ada disana?

Iman hanya untuk mempercayai bahwa Tuhan itu ada, sebuah syarat mendasar bagi setiap hubungan. Namun untuk meneliti bagaimana cara kerja iman, kita perlu untuk menyelinap lewat pintu belakang keraguan, karena cara terbaik untuk mempelajari kebutuhan kita akan iman adalah ketika iman sedang tidak ada. Semua orang berayun dari rasa percaya menuju ketidakpercayaan, kembali kepada percaya dan berakhir entah dimana. Beberapa tidak pernah menemukan iman. Lainnya sempat memiliki iman, lalu kemudian kehilangan iman itu kembali. Iman muncul ketika paling tidak diduga dan layu ketika seharusnya berkembang.  Di sisi lain, keraguan adalah tulang belulang yang disembunyikan di dalam lemari iman, mirip aib atau dosa yang ditutup-tutupi. Cara yang lebih baik untuk menangani tulang belulang tersebut adalah membawanya ke tempat terbuka dan menyingkapkannya sebagaimana adanya, bukan sesuatu yang untuk disembunyikan atau ditakuti seperti struktur keras dimana jaringan hidup bisa tumbuh. Keraguan selalu menyertai iman, karena di hadapan kepastian, kita tidak akan membutuhkan iman. Walaupun kita tidak bisa mengendalikan keraguan yang seringkali menyelinap ke dalam diri kita tanpa diundang, kita bisa belajar untuk menyalurkannya dalam cara-cara yang membuat keraguan lebih memupuk iman kita daripada meracuninya.

Tuhan tidak memelintir tangan atau memojokkan kita untuk terpaksa beriman kepadaNya sebagai satu-satunya jalan keluar. Kita tidak bisa memberikan bukti final pada diri kita sendiri dan orang lain, apa yang kita pahami akan selalu terlihat samar-samar. Lawan dari iman bukanlah keraguan, melainkan rasa takut. Begitu sering kita menolak keraguan sehingga tanpa disadari, kita memegang teguh sebuah dasar iman yang tidak kita pahami. Hal yang terbaik yang bisa dilakukan oleh gereja adalah dengan menyediakan tempat yang aman dan terlindung bagi keraguan dimana suatu hari, kepercayaan bisa tumbuh. Kita tidak perlu membawa kepercayaan yang sudah jadi sebagai tiket masuk ke pintuNya. Gereja sangat perlu untuk memberikan ruang bagi misteri, yang tidak berpura-pura menjelaskan apa yang Tuhan sendiri tidak jelaskan, menciptakan lingkungan yang paling kondusif untuk beribadah. Bagaimanapun, kita semua bersandar kepada Tuhan karena kekurangan dan kebutuhan, bukan kelebihan.

Roh Kudus membawa kata 'pribadi' ke dalam tingkatan yang baru, tidak ada agama yang memberikan pernyataan ekstravagansa bahwa Tuhan alam semesta bukan saja eksis sebagai kekuatan yang harus ditaati, melainkan sebagai Pribadi yang hidup di dalam kita, mengubah kita dari dalam keluar dan membuka saluran korespondensi langsung dengan Allah. Dahaga kita akan Allah, iman di saat Allah seakan tidak ada, sifat Allah sendiri, perjalanan menuju Allah, hubungan pribadi kita dengan Allah dan tujuan akhir transformasi spiritual, adalah hal dasar dalam mempelajari iman. Pertanyaan-pertanyaan kita akan menggeser kepada fokus dimana Dia menawarkan DiriNya sendiri sebagai jawaban, Allah mengundang kita untuk meraihNya dan menemukanNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar